Tahun ini, tepatnya di bulan Juli, langit akan kembali menyuguhkan fenomena astronomi tahunan bernama aphelion. Momen ini menandai posisi Bumi yang berada pada titik terjauh dari Matahari dalam orbitnya. Lalu, kapan waktu pastinya aphelion terjadi pada Juli 2025, dan adakah pengaruhnya terhadap kehidupan di Bumi?
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), aphelion merupakan peristiwa rutin yang terjadi setiap tahun sekitar bulan Juli. Kebalikannya, perihelion, adalah saat Bumi mencapai jarak terdekat dengan Matahari dalam satu putaran orbitnya.
Berdasarkan data dari situs astronomi *In The Sky*, aphelion tahun 2025 diprediksi terjadi pada 4 Juli pukul 02.54 WIB. Pada saat itu, jarak antara pusat Bumi dan Matahari diperkirakan mencapai 152.087.738 kilometer (km). Sebagai perbandingan, jarak rata-rata Bumi-Matahari adalah 149,6 juta km.
Orbit Bumi yang berbentuk elips—bukan lingkaran sempurna—menyebabkan jaraknya dari Matahari berubah sekitar 3% sepanjang tahun. Meski terdengar signifikan, perbedaan ini relatif kecil dalam skala kosmik sehingga tidak memicu perubahan ekstrem di permukaan Bumi.
Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah: apakah aphelion membuat suhu di Indonesia lebih dingin? Jawabannya, tidak.
BMKG menegaskan bahwa aphelion tidak berpengaruh langsung pada penurunan suhu atau cuaca ekstrem di Indonesia. Suhu dingin yang biasa terasa pada Juli-Agustus, khususnya di daerah selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan NTT, lebih disebabkan oleh angin muson timur.
Angin ini berasal dari Australia yang sedang mengalami musim dingin, membawa udara kering dan dingin ke wilayah Indonesia. Akibatnya, suhu udara—terutama pada malam hingga pagi hari—menjadi lebih rendah. Jadi, penyebab utamanya adalah pola angin musiman, bukan jarak Bumi-Matahari saat aphelion.
BMKG juga menekankan bahwa aphelion adalah fenomena alam biasa yang tidak berbahaya. Tidak ada dampak signifikan terhadap cuaca atau aktivitas manusia, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.