Maxim Indonesia secara resmi menyampaikan tanggapannya terkait rencana pemerintah menaikkan tarif perjalanan transportasi online sebesar 8-15%. Perusahaan meminta agar kebijakan ini dikaji ulang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk penyedia layanan transportasi daring dan masyarakat pengguna.
Muhammad Rafi Assagaf, Government Relation Specialist Maxim Indonesia, menjelaskan bahwa kenaikan tarif berpotensi menimbulkan efek negatif bagi ekosistem transportasi digital. Menurutnya, masyarakat akan menjadi pihak yang paling terdampak karena kenaikan harga bisa mengurangi minat pemesanan layanan.
“Kenaikan tarif berisiko membuat pelanggan enggan memesan untuk jarak dekat. Selain itu, waktu tunggu penjemputan dan tingkat pembatalan pesanan juga diprediksi meningkat,” ujar Rafi dalam pernyataan resmi, Rabu (2/7/2025).
Tidak hanya konsumen, mitra pengemudi juga diperkirakan mengalami penurunan pendapatan. Dengan berkurangnya jumlah order, penghasilan mereka bisa semakin tertekan.
“Banyak mitra pengemudi yang menggantungkan hidup pada layanan ini. Jika order menurun drastis, mereka kehilangan sumber mata pencaharian,” tambahnya.
Rafi mengungkapkan bahwa dampak serupa pernah terjadi di Kalimantan Timur tahun lalu, di mana pembatalan pesanan melonjak 37% setelah kenaikan tarif. Jika kebijakan ini diterapkan secara nasional, ia memprediksi tren pembatalan akan semakin meluas.
Contoh lain terjadi di Sulawesi Selatan pada 2022, ketika pemerintah daerah menaikkan tarif minimum transportasi online. Maxim terpaksa menyesuaikan harga di Makassar dan Palopo, yang berujung pada kenaikan biaya layanan hingga 65%.
“Dalam dua minggu pertama, permintaan turun 50%. Lebih dari 30% konsumen berhenti menggunakan layanan, sementara 20% lainnya mengurangi frekuensi pemesanan,” papar Rafi.
Rafi menegaskan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kenaikan tarif terhadap stabilitas industri transportasi online. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran bisa mengganggu keberlangsungan bisnis perusahaan penyedia layanan.
“Ketika tarif naik tetapi permintaan turun, perusahaan akan kesulitan mempertahankan operasionalnya di Indonesia,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dengan mempertimbangkan kebutuhan konsumen, kelangsungan hidup mitra pengemudi, serta keseimbangan ekonomi secara keseluruhan.
Simak juga Video: Adian Napitupulu Desak Potongan Ojol Cuma 10%