Islam dan Keharmonisan Rumah Tangga: Tidur Bersama vs. Tidur Terpisah
Dalam ikatan pernikahan, kebersamaan suami-istri tidak hanya terwujud dalam aktivitas harian, tetapi juga melalui momen-momen sederhana seperti berbagi tempat tidur. Namun, beberapa pasangan memilih tidur terpisah karena berbagai pertimbangan. Bagaimana agama Islam memandang praktik ini?
Kitab suci Al-Qur’an dalam Surah Ar-Rum ayat 21 menegaskan pentingnya keharmonisan rumah tangga:
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Ayat ini menjelaskan bahwa pernikahan dibangun atas tiga pilar: *sakinah* (ketenangan), *mawaddah* (cinta), dan *rahmah* (kasih sayang). Kebiasaan tidur bersama dinilai dapat memperkuat ikatan emosional pasangan.
Pandangan Ulama Tentang Suami Istri Tidur Pisah
Merujuk pada buku *500 Tanya Jawab Pernikahan dan Problematika Rumah Tangga* karya Abu Firly Bassam, banyak hadis yang menganjurkan keintiman pasangan suami-istri, termasuk melalui kebiasaan tidur bersama. Salah satu riwayat dari Aisyah RA menyebutkan:
*”Rasulullah SAW biasa mengunjungi seluruh istrinya setiap hari, memberikan perhatian, lalu bermalam di rumah istri yang berhak mendapat giliran.”* (HR Daraqutni)
Para ulama sepakat bahwa tidur terpisah diperbolehkan (*mubah*) selama tidak menimbulkan konflik atau mengabaikan hak pasangan. Meski tidak ada larangan tegas, Imam Nawawi dalam *Al-Majmu’* menyatakan bahwa tidur bersama lebih dianjurkan (*sunnah*) karena mempererat hubungan.
Alasan yang Dibenarkan
Buya Yahya dalam penjelasannya menekankan pentingnya memahami latar belakang tidur terpisah. Beberapa alasan yang dapat diterima secara syar’i meliputi:
– Kondisi kesehatan tertentu
– Perbedaan jadwal tidur
– Kewajiban merawat anak
– Tuntutan pekerjaan
Peringatan Khusus
Islam menggarisbawahi bahwa penolakan hak pasangan tanpa alasan syar’i merupakan pelanggaran serius. Sebuah hadis riwayat Bukhari-Muslim memperingatkan:
*”Jika istri menolak ajakan suami tanpa alasan sah hingga suami tidur dalam kemarahan, malaikat akan melaknatnya hingga pagi.”*
Namun, tanggung jawab tidak hanya berada di satu pihak. Suami juga wajib memperhatikan kondisi fisik dan psikologis istri. Memaksakan hak saat istri dalam keadaan tidak siap—baik karena kelelahan, sakit, atau tekanan emosional—termasuk perbuatan yang dilarang.
Dengan demikian, Islam menawarkan panduan seimbang: tidur bersama dianjurkan untuk keharmonisan, namun tidur terpisah diperbolehkan dengan syarat tidak mengurangi hak pasangan dan dilakukan atas dasar kebutuhan yang masuk akal.